PENDEKATAN SAINTIFIK
Pendidikan IPS SD 1
Dosen Pengajar :
Drs. H. Zulkipli, M. Pd
Di
susun oleh : Kelompok
6 B
Semester/Kelas : 2/A
MAHRIANI : A1E315053
MUHAMMAD SHALEH : A1E315067
NOR AINA : A1E315075
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S1-PGSD
BANJARMASIN
2016
A. Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran
yang diterapkan pada Kurikulum 2013. Proses pembelajaran ini dapat disamakan
dengan suatu proses ilmiah karena didalamnya terdapat tahapan-tahapan terutama
dalam kegiatan inti. Pendekatan saintifik dapat di sebut juga sebagai bentuk
pengembangan sikap baik religi maupun sosial, pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik dalam mengaplikasikan materi pelajaran. Dalam pendekatan ini
peserta didik tidak lagi dijadikan sebagai objek pembelajaran, tetapi dijadikan
subjek pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja. Guru
tidak perlu menjelaskan semua tentang apa yang ada dalam materi. Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para
ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductiv reasoning).
Penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi,
mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan
proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru
tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau
semakin tingginya kelas siswa.
Metode saintifik sangat relevan
dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori
Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan.
Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin &
Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan
pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan
melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh
sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan
intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat
mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki
kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan
penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah
bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran
menggunakan metode saintifik.
Teori
Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan
skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur
kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah
berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang
dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan
adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang
dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi,
konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada
didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang
dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang
telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran
diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan
akomodasi.
Vygotsky,
dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta
didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun
tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada
dalam zone of proximal development daerah terletak antara
tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).
B. Komponen-Komponen Pendekatan Saintifik
Komponen-komponen penting dalam
mengajar menggunakan pendekatan scientific (McCollum : 2009),
yaitu:
1.
Menyajikan
pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a
sense of wonder),
2.
Meningkatkan
keterampilan mengamati (Encourage observation),
3.
Melakukan analisis
( Push for analysis) dan
4.
Berkomunikasi (Require
communication) (Sudarwan, 2013).
Sementara
itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan
ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya
mencakup komponen:
1.
Mengamati,
2.
Menanya,
3.
Mencoba,
4.
Mengolah,
5.
Menyajikan,
6.
Menyimpulkan,
dan
7.
Mencipta.
Komponen-komponen tersebut seyogyanya dapat
dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi bukanlah sebuah
siklus pembelajaran.
C. Langkah-Langkah
Pendekatan Saintifik
Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV,
proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1. Mengamati
(observasi)
Metode mengamati
mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).
Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara
nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode
mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
Nomor 81A/2013, hendaklah guru membuka secara luas dan
bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui
kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta
didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat,
membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari
informasi.
2. Menanya
Dalam kegiatan
mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk
bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru
perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan
tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra
berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak.
Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan
dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari
kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya
maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi
dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang
ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal
sampai sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor
81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam
kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup
cerdas dan belajar sepanjang hayat.
3. Mengumpulkan
Informasi
Kegiatan “mengumpulkan
informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini
dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi
dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku
teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber
dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan
sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan
berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai
cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang
hayat.
4. Mengasosiasikan/
Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/
mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013,
adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan
pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat
aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir
induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga
diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan
sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh
simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran
pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar
asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam
peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama
mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam
referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
tersedia.
5. Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa
yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan
pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil
belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan”
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
Nomor 81a Tahun 2013, adalah meyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
D. Ranah-Ranah Pencapaian Hasil Belajar dengan Pendekatan Saintifik
Langkah pembelajaran pada pendekatan
saintifik menggamit (menyentuh) beberapa ranah pencapaian hasil belajar yang
tertuang pada kegiatan pembelajaran.
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu:
1. SIKAP (AFEKTIF)
·
Ranah sikap
menggamit (menyentuh) transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu mengapa.”.
·
Ranah
afektif menuntut peserta didik untuk mencoba. Yakni mencoba sesuatu hal dengan
menggunakan dan berpedoman pada sikap ilmiah.
2. PENGETAHUAN (KOGNITIF)
·
Ranah
pengetahuan menggamit (menyentuh) transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu apa.”.
·
Ranah ini
berkaitan dengan mengamati dan menalar. Peserta didik diberi kesempatan untuk
mencari sendiri bahan ajar dan guru bertindak sebagai mediator, agar
pengetahuan itu menjadi bermakna.
3. KETERAMPILAN (PSIKOMOTORIK)
·
Ranah
keterampilan menggamit (menyentuh) transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu bagaimana”.
·
Aspek-aspek pada
pendekatan scientific terintegrasi pada pendekatan
keterampilan proses dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains merupakan
seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan
penyelidikan ilmiah. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman
langsung sebagai pengalaman pembelajaran (Rustaman :2005)
· Penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti
mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan
menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru
diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan
semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.
Hasil
akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi
manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar